ticker

pregnancy week by week

Thursday, September 15, 2005

Sejauhmana Kewajiban Belajar Bahasa Arab Buat Akitifs Dakwah

dari era muslim
Pak Ustadz rahimakumullah,


Ada sedikit masalah buat saya yang sedikit mengganggu, yaitu sebagai orang yang aktif dalam dakwah, saya seringkali diserahi amanah berceramah atau mengisi pengajian bahkan menjadi murabbi/pembina. Terus terang amanah ini buat saya cukup berat, sebab saya harus mampu mengisi kajian rutin itu setiap minggu. Saya merasa referensi saya sangat terbatas, apalagi bila melihat berbagai persoalan yang sering muncul terkait dengan masalah-masalah keislaman, saya jadi makin kurang pe-de kalau harus jadi pembina.

Sementara saya bukan lulusan dari pesantren, terus terang juga tidak bisa bahasa Arab, sehingga saya juga tidak mampu merujuk langsung tiap masalah ke sumber-sumber kitab syariah. Namun masyarakat cenderung menganggap saya sebagai ustadz, sebab saya memang sering mengisi ceramah ke sana ke mari.

Sering kali saya menghindar bila ada pertanyaan yang terkait dengan detail-detail syariah. Bahkan sekedar membaca mushaf saja, saya pun masih harus 'nyontek' dari Al-Qur'an terjemahan. Agaknya saya selalu terpojok, sebab julukan ustadz yang sudah terlanjur tersemat pada sosok saya seolah membuat orang beranggapan bahwa saya juga mengerti dan mampu membaca kitab-kitab rujukan. Seolah saya ini adalah sumber rujukan dalam masalah-masalah syariah.

Kira-kira ustadz bisa memberikan saran apa buat saya? Haruskah saya berhenti jadi 'ustadz', sebab secara kapasitas keilmuwan, saya mengaku terus terang bahwa saya tidak punya. Saya memang bisa ceramah dan pidato menggerakkan semangat orang, tapi sebenarnya saya tidak punya kapasitas keilmuwan, terutama dalam masalah syariah.

Apakah saya harus belajar bahasa arab dulu? Atau

Wassalam,
Amri

Jawaban:

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Al-hamdulillah, wash-shalatu wassalamu 'ala rasulillah, wa ba'du

Anda sudah mendapatkan amanah dan dipercaya oleh banyak orang sebagai ustadz, maka janganlah anda berhenti begitu saja. Sebab tenaga seperti anda itu biar bagaimana pun tetap berharga dan pasti diharapkan kehadirannya di tengah umat. Jadi teruskanlah aktifitas anda yang sudah baik itu. Jangan mundur bahkan kalau perlu ditingkatkan kualitasnya.

Sedangkan yang terkait dengan kegelisahan dan curhat anda, hal itu memang ada benarnya. Kami bersyukur bahwa anda pun menyadari bahwa sebagai ustadz, anda memang butuh spesifikasi tertentu, seperti ilmu-ilmu syariah serta kemampuan dalam menguasai bahasa arab, untuk merujuk kepada kitab-kitab asli dalam bahasa Arab. Memang tanpa spesifikasi itu, ilmu yang kita miliki menjadi sangat terbatas. Apalagi kita tahu bahwa sumber-sumber ajaran Islam itu memang berasal dari referensi berbahasa arab. Bahkan Al-Qur'an, hadits dan Rasulullah SAW pun berbahasa Arab.

Bahasa Arab memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam serta menjadi salah satu tiang penegak agama. Dan salah satu faktor yang membuat umat Islam ini sangat jauh dari agamanya, karena ada kesenjangan bahasa. Demikian banyak umat yang tidak paham makna yang mereka baca, saat membaca Al-Qur'an, hadits, bacaan sholat, doa dan berzikir serta bermunajat kepada Allah. Akhirnya, semua itu hanya menjadi ritual kosong tanpa makna. Betul bahwa membaca Al-Qur'an meski tidak paham berpahala, tapi nilainya akan jauh berbeda bila ketika membaca sekaligus paham, sehingga akan dapat meresapi dengan baik.

Menguasai bahasa Arab menjadi urgen bagi umat Islam, apalagi untuk para ulama, ustaz, kiyai dan tokoh agama. Wajib hukumnya bagi mereka untuk menguasai bahasa arab. Karena mereka aktif mengajar, ceramah, memberi fatwa dan menjadi rujukan umat. Apa jadinya bila mereka ternyata buta bahasa Arab. Terjemahan Al-Qur'an, terjemahan hadits serta buku-buku Islam terjemahan sangat kurang untuk dijadikan sumber rujukan bagi orang sekaliber mereka. Karena biar bagaimanapun, seorang ustadz punya beban moral untuk menyandarkan ceramah dan fatwanya itu kepada sumber-sumber asli dan pendapat para fuqoha yang mu‘tabar.

Kami menyarankan anda mengatur waktu dengan baik, antara mengajar dan belajar. Buatlah planning yang baik untuk belajar ilmu-ilmu syariah, sebab ilmu-ilmu itu sangat penting buat anda. Jangan lupa juga untuk mempelajari bahasa Arab dengan baik, agar anda mampu merujuk kepada kitab-kitab yang menjadi referensi syariah. Sebab penguasaan bahasa Arab adalah landasan buat siapapun yang ingin mempelajari ilmu syariah. Mustahil kita menguasainya tanpa mengerti dan mendalami bahasa arab. Kalau mungkin, jadikanlah keduanya sebagai titik prioritas buat anda sekarang ini.

Sekali lagi anda harus pandai-pandai membagi waktu untuk belajar. Kami teringat dengan seorang tokoh aktifis dakwah, Endang Saefudin Anshari, yang kini sudah almarhum. Ketokohan dan kebesaran nama beliau sudah tidak asing lagi di negeri ini. Beliau dahulu tinggal di Bandung, namun setiap pekan beliau rela naik kereta api dari Bandung ke Jakarta untuk belajar bahasa Arab di LIPIA. Saat itu beliau ikut program non intensif, seminggu dua kali, setiap Selasa dan Kamis. Bahkan beliau rela mengorbankan kesibukannya untuk mengejar belajar sepekan dua kali, hanya karena beliau sangat sadar betapa pentingnya seorang aktifis dakwah menguasai bahasa Arab.

Saat itu di LIPIA memang bisa dikatakan nyaris semua tokoh pergerakan dari berbagai sudut berkumpul untuk sekedar belajar bahasa Arab. Meski mereka sudah jadi tokoh di mana-mana, tapi rela berpayah-payah belajar bahasa Arab. Semua itu semata-mata karena mereka merasa kurang dan tidak malu menyatakan kekurangannya. Maka tidak ada salahnya buat anda, untuk melakukan apa yang pernah dilakukan oleh para pendahulu anda. Belajarlah bahasa Arab dan nikmati indahnya kalamullah dan sabda Rasulullah SAW, langsung dari bahasa aslinya. Pasti nilainya beda. Beda sekali...

Wallahu a'lam bish-shawab, Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Ahmad Sarwat, Lc.