eramuslim - Sunnatullah adalah hukum alam yang sudah menjadi ketentuan Allah yang tidak akan berubah dan berganti (QS 33:63; 35:43). Dalam al-Quran kata sunnatullah semakna dengan fitratullah (QS 30:30). Adalah sunnatullah, setitik noktah hitam yang menetes pada segelas air jernih dapat menghitamkan seluruh air itu dalam sekejap. Dan merupakan sunnatullah juga bahwa setetes air jernih tidak akan membuat air hitam itu kembali jernih. Begitulah sunatullah dalam air. Itulah fitrah air.
Subhanallah. Air adalah sumber kehidupan. Firman Allah, "Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup..." (QS 21:30). Setiap yang hidup diciptakan dari air, artinya semua yang hidup memiliki fitrah air.
Manusia adalah makhluk hidup yang diciptakan dari air. Maka jiwa manusia pun punya fitrah air. Seperti fitrah air yang bermula dengan kejernihannya, jiwa manusia pada awalnya adalah jiwa yang bersih. Sabda Nabi SAW, "Setiap anak Adam dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci)." Tapi begitulah air jernih, dia akan sangat mudah terwarnai meski hanya dengan setitik noktah hitam, tetapi ia tidak mudah kembali jernih.
Kejernihan jiwa manusia dikotori oleh noktah-noktah dosa dan kemaksiatan. Sabda Nabi SAW, "Sesungguhnya seorang hamba jika ia melakukan kesalahan akan dititikkan di hatinya sebuah titik hitam. Jika ia menghentikan kesalahannya lalu ber-istighfar dan bertaubat hatinya akan kembali dijernihkan, tetapi jika ia kembali melakukan kesalahan itu, akan ditambahkan titik-titik hitam itu hingga membungkus hatinya."
Astaghfirullah.... Seperti apakah warna hati kita? Setiap detik kemaksiatan berlalu di depan mata. Betapa sulitnya kita menghindari aktivitas dosa. Maksiat mata di depan televisi dan di jalan-jalan; maksiat tangan dan kaki di kantor, di pasar, di pabrik, di sekolah, bahkan di setiap tempat; maksiat mulut ketika mencaci dan menggunjing orang lain, ketika memakan uang hasil korupsi, hasil menipu; maksiat hati ketika riya, ketika sum'ah (ingin didengarkan), sombong, dan merendahkan orang lain. Semuanya telah membuat hati kita semakin hitam.
Seperti air yang terlanjur menghitam, ia tidak akan kembali jernih hanya dengan satu dua tetes air jernih. Untuk menjernihkan air yang telah menghitam ada dua langkah yang harus dilakukan. Pertama, jangan meneteskan noktah hitam lagi. Dan kedua, mencurahkan air jernih sebanyak-banyaknya.
Noktah hitam adalah dosa dan maksiat sedangkan air jernih adalah taat dan amal kebaikan. Untuk menjernihkan kembali hati, kita harus menghentikan segala bentuk dosa dan maksiat serta melaksanakan sebanyak-banyaknya amal ketaatan dan kebaikan. Hati akan kembali hitam hanya karena setitik noktah hitam dosa, maka jangan sekali-kali meremehkan sekecil apapun kemaksiatan. Tapi hati tidak mudah kembali jernih hanya dengan ketaatan yang sekedarnya, maka jangan sekali-kali merasa cukup dengan amal kebaikan.
Jika manusia memiliki fitrah air, maka masyarakat juga pasti memiliki fitrah air. Sekecil apapun dosa dan kemaksiatan yang telah membudaya dalam masyarakat, ia akan mengotori jiwa masyarakat itu. Sedangkan untuk menjernihkan jiwa masyarakat harus dihilangkan segala bentuk budaya maksiat dan membudayakan ketaatan dan kesalehan sebanyak-banyaknya.
Apa yang terjadi dalam jiwa masyarakat kita tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi dalam jiwa kita. Keduanya perlu mendapatkan perbaikan. Untuk memperbaiki dan menjaga kejernihan hati, celupkanlah hati kita dengan shibghah (celupan) Allah. "Sibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik sibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah." (QS. 2:138).
Marilah kita mulai perbaikan itu dalam diri kita agar dengan kejernihan jiwa ini kita dapat menjernihkan jiwa masyarakat Indonesia yang tengah terhuyung dalam krisis moral tak bertepi.
Wallahul musta'an.
Zamzam Muharamsyah
Monday, June 20, 2005
Subscribe to:
Posts (Atom)